SEORANG warga atas nama Deden alAbdul Hakim, SH telah melapor ke Panwaslih Kota Bengkulu menyangkut ketidakhadiran HH (Helmi Hasan) dalam dua kali debat sebagaimana dikutip dari pemberitaan media online potret bengkulu. Menurut pelapor bahwa HH melanggar PKPU 4 tahun 2014 pasal 22.
Sebagai sebuah upaya hukum, pelaporan itu patut dihormati. Tapi menjadi permasalahan dan pertanyaan manakala Deden Abdul Hakim, SH dalam laporannya meminta KPU mendiskuslifikasi keikutsertaan HH dalam Pilwakot 2018.
Tuntutan Deden Abdul Hakim, SH supaya KPU mendiskualifikasi HH dari pilwakot tersebut tidak terdapat dalam ancaman sanksi yang diatur dalam pasal 22 PKPU 4 tahun 2017. Karena ancaman sanksi jika terbukti melanggar pasal 22 PKPU 4 tahun 2017 adalah : diumumkan sebagai paslon yang menolak debat dan dikurangi sisa jadwal tayangan iklan paslon yang melanggar tersebut.
Lalu mengapa Deden Abdul Hakim, SH menuntut supaya KPU mendiskualifikasi HH? Sementara tidak ada sanksi diskualifikasi dalam pasal yang dilaporkan itu.
Nampak jelas sekali bahwa pelaporan ini sangat kental nuansa politiknya untuk merusak citra paslon HH-DW. Bahkan bertujuan untuk menggagalkan pencalonan HH-DW.
Kami tahu persis bahwa pelaporan terhadap HH yang tidak hadir dalam debat kandidat (yang jelas-jelas saat ini sedang menjalankan ibadah dan sudah disampaikan ke KPU Kota Bengkulu itu memang diatur dan diperbolehkan dalam PKPU 4 tahun 2017 pasal 22) ini bermuatan politis.
Apalagi pelapor yg bernama Deden Abdul Hakim, SH adalah utusan paslon Linda-Mirza saat pembekalan penyelesaian sengketa pilkada yang diadakan Mahkamah Konstitusi di Bogor beberapa waktu yang lalu.
Kami tidak mau melayani langkah konyol pihak-pihak yang melakukan tindakan yang tidak mendidik rakyat. Padahal bisa saja kami melaporkan paslon Linda-Mirza supaya didiskualifikasi oleh KPU karena pencalonan mereka diduga cacat hukum.
Sebab saat penyerahan berkas pencalonan didukung oleh Yahya Zaini (Ketua DPD Partai Golkar Propinsi Bengkulu) yang pernah tersangkut masalah hukum yaitu kasus video porno dengan penyanyi dangdut Maria Eva. Sampai saat ini Yahya Zaini belum diproses hukum dalam kasus tersebut. Padahal kasus itu sama persis dengan kasus Ariel yang sempat mendekam di penjara.
Harusnya Yahya Zaini diproses hukum sebagaimana proses hukum terhadap Ariel. Dengan demikian patut diduga pencalonan Linda-Mirza tidak sah sebab didukung oleh YAHYA ZAINI Ketua DPD GOLKAR (saat itu) yang tersandung kasus video porno.
Tapi biarlah. Kami tidak akan melaporkan masalah itu. Biarlah masyarakat Bengkulu yang menilai calon HH-DW.
Masyarakat telah merasakan langsung bagaimana jalan mulus di Kota Bengkulu atau Rumah Sakit Kota Bengkulu yang megah dan modern yang dibangun oleh HH semasa menjadi walikota.
Marilah kita berkompetisi secara sehat. Marilah kita mendidik pemilih supaya cerdas dalam menentukan pemimpinnya.
Terimakasih.
Agustam Rahman (Tim Hukum HD)