KABARRAFFRLESIA.com – Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerbitkan buku Fikih Informasi. Peluncuran buku ini dilaksanakan dalam acara Forum Dialog & Literasi Media Sosial yang bertema ‘Bijak di Dunia Maya, Rukun di Dunia Nyata’, di Hotel Grage Bengkulu, Kamis (14/2/2019).
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir mengatakan buku ini lahir untuk menjawab keresahan akan banjirnya informasi. Sebab, di zaman digital ini berbagai informasi dapat dengan begitu mudahnya diproduksi dan dikonsumsi oleh berbagai pihak.
Karena itu, lanjutnya, dibutuhkan kontrol dari semua pihak agar masyarakat tidak mengonsumsi pengetahuan-pengetahuan sampah. “Kerjasama antara Muhammadiyah dan Kementerian Kominfo serta media massa sangat penting untuk melakukan edukasi literasi agar masyarakat bebas dari kedunguan dan kebodohan,” paparnya.
Muhammadiyah secara organisasi sosial kemasyarakatan Islam, sambung mantan wartawan kelahiran Bandung itu, turut memiliki tanggung jawab terhadap problematika yang muncul dari perkembangan informasi yang telah membentuk kultur virtual dan digital sebagai dunia baru.
“Buku fikih informasi adalah sumbangan yang amat bermakna dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah bagi bangsa ini,” kata Haedar.
Terkait dengan banjirnya informasi yang kerap kabur kebenarannya itu, Haedar pun meminta masyarakat jeli saat mendapatkan informasi. Ibarat makan, Haedar menganologikan, makanan harus dikunya dulu baru ditelan.
“Zaman sekarang kan banyak yang menelan langsung makan, tanpa dikunyah,” sindirnya.
Apresiasi Menkominfo
Sementara itu, Menkominfo Rudiantara menyambut baik penerbitan buku ini. Menurutnya, ‘Fikih Informasi’ karya Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tersebut hadir di saat yang tepat dan akan jadi sumbangsih besar Muhammadiyah untuk terus memberi pencerahan dan menerangi perjalanan bangsa.
“Semoga Fikih Informasi ini mampu memberi jawaban atas masalah banjir informasi di era post truth saat ini,” kata dia.
Menkominfo mengutarakan revolusi 4.0 memang akan meniscayakan hoaks bertebaran dimana-mana. Ia harap ‘Fikih Literasi’ menjadi senjata awal untuk melawan penyebaran kabar-kabar bohong tersebut.
Kominfo sendiri, lanjutnya, telah membangun suatu sistem pelaporan yang bisa diakses masyarakat, misalnya melalui aduankonten.co.id. Melalui situs tersebut masyarakat bisa melaporkan berita-berita bohong yang akan ditindaklanjuti kementerian.
“Memang kecenderungan hoaks ini semakin hari semakin meningkat, yang kami mampu lakukan adalah verifikasi dan validasi. Saya tidak tahu, apakah ini karena kita akan melakukan pesta demokrasi atau bukan,” ungkapnya.
Ciri Hoaks
Dalam kesempatan itu, Rudiantara menjelaskan ada beberapa ciri suatu informasi yang diduga hoaks. Misalnya, pesan tersebut biasanya mengajak agar pembaca menviralkan pesan tersebut.
“Karena itu waspada kalau ada pesan yang berbunyi Viralkan…! Sebarkan….! Bisa jadi itu adalah hoaks,” imbuhnya.
Rudi mengatakan ikut menyebarkan hoaks adalah suatu kerugian. Sebab, di era data sekarang ini, biaya menerima dan mengirim pesan dibebankan kepada semua pengguna smartphone.
“Lima tahun yang lalu, kalau telponan, itu yang bayar yang nelpon. Tapi sekarang di era data, yang nelpon dan yang ditelpon ikut membayar. Menerima dan mengirim pesan, gambar dan video juga gitu,” paparnya.
“Nah, kalau ikut menyebarkan hoaks maka ruginya itu bisa tiga kali,” tambahnya.
Memanfaatkan Era Disrupsi
Untuk itu, ia mengajak para pemuda untuk memanfaatkan era disrupsi ini dengan memanfaatkan teknologi secara bijak. Sebab, teknologi ini bisa menambah nilai ekonomi bila dimanfaatkan secara kreatif.
“Contohnya Gojek, bisa menambah lapangan kerja baru. Para driver gojek juga bisa mendapatkan penumpang lebih banyak dibandingkan yang konvensional,” jelas Menkominfo.
Untuk diketahui, selain Menkominfo, diskusi ini juga diisi oleh Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto dan Staff Khusus Kemendikbud Riza Ul Haq. (cho)