Beberapa program yang dimiliki Pemkab Banyuwangi mengundang ketertarikan Pemkot Bengkulu untuk menimba ilmu. Wakil Walikota (Wawali) Bengkulu, Dedy Wahyudi membawa serta 12 stafnya. Mereka ditemui Bupati Banyuwangi di Pendopo Sabha Swagata Blambangan.

“Kami tertarik untuk menimba ilmu di Banyuwangi, mulai dari program Siswa Asuh Sebaya (SAS), e-Village Budgeting, hingga pengelolaan pasar. Juga tidak tertutup kemungkinan untuk belajar program lainnya yang kami rasa baik untuk diterapkan di Bengkulu,” kata Wawali Bengkulu Dedy Wahyudi, Jumat (8/2/2019).

Dipilihnya Banyuwangi sebagai jujugan, ujar Dedy, bukanlah tanpa pertimbangan. Referensi didapat setelah googling di internet terkait daerah-daerah yang maju karena inovasinya.

“Dan nama Banyuwangi banyak muncul beserta inovasinya. Karena itulah kami sepakat untuk datang kemari,” ujar Dedy.

Dedy berharap, sepulang dari Banyuwangi, program yang dipelajari dari Banyuwangi bisa segera diterapkan di Bengkulu dan diterima oleh masyarakat.

Ditambahkan Dedy, hal yang paling membuat pihaknya tertarik untuk belajar ke Banyuwangi adalah program Siswa Asuh Sebaya (SAS).

“Program ini benar-benar baru bagi kami. Belum pernah kami melaksanakan yang semacam ini. Di Bengkulu ada program 8 tekad, yang di dalamnya mencakup tentang ‘Kepedulian’. Selama ini yang kami bantu adalah masyarakat secara umum,seperti program Jemput Sakit Pulang Sehat, tapi kami belum menyentuh siswa,” terangnya.

Karenanya, imbuh Dedy, Pemkot Bengkulu ingin belajar tentang program ini, sekaligus melihat praktiknya secara teknis di lapang. “Kami menilai program ini bagus sekali, apalagi melibatkan banyak pihak. Kita tahu kalau suatu program seperti pengentasan kemiskinan hanya dibebankan pada pemerintah, tentu akan sangat berat, apalagi pendapatan asli daerah (PAD) kami tidak terlalu besar,” bebernya.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengaku senang mendapatkan kunjungan tersebut. “Tangan kami terbuka lebar. Silakan ambil hal-hal positif yang ada di Banyuwangi. Sebaliknya, kami pun bisa mengambil manfaat baik dari Bengkulu dengan sharing seperti ini, ” tandasnya.

SAS merupakan program mengumpulkan dana sukarela dari siswa mampu, lalu diberikan untuk rekannya dari keluarga kurang mampu. Program ini pertama kali diluncurkan pada 2011.

“Tidak semua permasalahan pendidikan mampu ditangani oleh pemerintah daerah. Program SAS menjadi salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan tangan pemerintah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” kata Anas.

Pengelolaannya pun, ujar Anas, dilakukan dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa dengan bimbingan dari guru. Bantuan SAS ini diberikan ke siswa yang membutuhkan tanpa melalui prosedur yang berbelit dan tepat sasaran karena sasarannya siswa yang ada di lingkungan sekolah.

“Laporannya juga transparan. Dana SAS yang dihimpun tiap sekolah dilaporkan kepada Dinas Pendidikan setiap bulan secara online. Bahkan bisa diakses melalui situs www.pendidikan.banyuwangikab.go.id,” urainya.

Anas melanjutkan, program SAS diikuti oleh seluruh sekolah di Banyuwangi mulai tingkat SD, SMP sampai SMA. Jumlahnya 911 sekolah. Tiap minggu, siswa di sekolah menggalang dana secara sukarela untuk membantu temannya yang kurang mampu.

“Sumbangannya bersifat sukarela. Mereka menyisihkan sebagian uang sakunya. Ada yang menyumbang Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000,” ujarnya.

Dan dari tahun ke tahun, tambah Anas, partisipasi siswa terus meningkat pada program ini. Ini menunjukkan tingkat kepedulian siswa terhadap rekannya begitu besar. Jadi SAS ini bukan sekadar membantu siswa, tapi lebih dari itu adalah membangun kepedulian di lingkungan generasi muda. Rasa peduli ini yang coba kita tumbuhkan, agar tidak hilang di masyarakat,” kata Anas.

Gerakan SAS menjadi pelengkap dari program intervensi kebijakan pemerintah daerah lainnya di bidang pendidikan. Antara lain program Banyuwangi Cerdas dan Banyuwangi Belajar di mana para pemegang kartu program tersebut bisa mengakses pendidikan hingga perguruan tinggi dengan beasiswa dari Pemkab Banyuwangi.

Juga ada Garda Ampuh (Gerakan Daerah Angkat Anak Putus Sekolah), di mana anak-anak putus sekolah disisir dan dikembalikan ke bangku sekolah.

Wawali Bengkulu menghabiskan waktu selama dua hari di Banyuwangi. Mereka juga berkesempatan untuk berkunjung ke Mall Pelayanan Publik Banyuwangi untuk melihat bagaimana proses pelayanan satu pintu (one stop service) berjalan dan pasar tradisional Banyuwangi. (MC)

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here