MERUJUK “Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017”, khusus wilayah Bengkulu setidaknya terdapat dua segmen subduksi yaitu “Megathrust Mentawai-Pagai” dan “Megathrust Enggano”.
Megathrust artinya suatu wilayah dengan tatanan tektonik/lempeng luas yang memiliki mekanisme pergerakan rata-rata adalah sesar naik. Banyak gempa besar dengan kedalam dangkal serta jenis pergerakan sesar naik terjadi pada wilayah ini. Dari sejarah gempa, memang terbukti daerah ini di dominasi oleh gempa dengan mekanisme sesar naik.
Dua segmen ini menjadi generator utama untuk gempa-gempa megathrust di wilayah Bengkulu. Tiap segmen memiliki potensi kekuatan gempa maksimum yang berbeda. Pada segmen Megathrust Mentawai-Pagai, kekuatan maksimum gempa wilayah ini mencapai M=8.9. Sedangkan pada Segmen Enggano kekuatan maksimumnya sedikit lebih kecil yaitu M=8.4.
Sejarah Gempa Besar
Tentu masih hangat dalam ingatan kita bahwa gempa besar yang pernah terjadi di wilayah Bengkulu, baik pada 4 Juni 2000 dengan kekuatan Mw=7,9 maupun 12 September 2007 dengan kekuatan Mw=8,4. Dua gempa besar ini, walaupun lokasi relatif berdekatan, namun pada dasarnya dibangkitkan oleh Segmen megathrust yang berbeda. Gempa 4 Juni 2000 disebabkan oleh Megathrust Enggano sedangkan gempa 12 September 2007 dibangkitkan oleh Megathrust Mentawai-Pagai.
Untuk segmen Enggano, setelah tahun 2000 hingga kini 2019, belum ada gempa besar M>7,0 yang terjadi pada segmen ini. Namun, aktivitas segmen ini tetap tinggi dengan dibuktikan rekaman gempa-gempa kecil yang tercatat di BMKG Kepahiang. Artinya segmen ini terus melepaskan energi sepanjang waktu dalam bentuk gempa-gempa kecil.
Sedangkan pada segmen Megathrust Mentawai-Pagai, selain gempa 12 September 2007, gempa besar terakhir yang terjadi yaitu pada 25 Oktober 2010 dengan kekuatan Mw=7,7. Gempa ini diikuti oleh tsunami dan menelan banyak korban jiwa. Secara langsung gempa 2010 ini memang tidak berdampak pada daerah Bengkulu, namun getaran gempa dirasakan cukup kuat di beberapa daerah seperti Mukomuko, Bengkulu Utara dan Kota Bengkulu.
Merunut sejarah gempa di masa lampau, zona Megathrust Mentawai-Pagai ini pernah mencatat sejarah kelam dengan terjadi gempa dahsyat pada tahun 1883 dengan kekuatam M=9,0. Gempa sebesar ini dampaknya jelas tidak hanya sekitar wilayah Sumatera Barat saja, melainkan wilayah lain juga terdampak. Tidak terkecuali daerah Bengkulu. Di Bengkulu sendiri dampak gempa yang menimbulkan tsunami ini juga cukup parah.
Akhir-akhir ini Segmen Mentawai-Pagai kembali menunjukkan eksistensinya. Pada 2 Februari 2019 terjadi gempa dengan kekuatan M=6,1 pada bagian paling utara segmen ini. Intensitas gempa maksimum mencapai IV-V MMI dirasakan di Mentawai. Intensitas IV-V MMI ini berpotensi mengakibatkan kerusakan pada perabot rumah tangga. Frekuansi gempa susulanya pun cukup tinggi, dalam tiga hari gempa susulan mencapai 116 kali. Gempa ini juga dirasakan di beberapa tempat di Propinsi Bengkulu seperti Mukomuko, Kota Bengkulu bahkan hingga ke Kepahiang.
Selalu Waspada
Sebagai masyarakat yang hidup berdampingan dengan zona seismik aktif, kita selalu dituntut untuk senantiasa membudayakan “siaga bencana”. Secara alamiah, baik segmen Mentawai maupun segmen Enggano terus melepas energi gempa baik dalam bentuk gempa kecil maupun gempa besar.
Sampai saat ini kita belum mampu memprediksi secara akurat kapan dan berapa besar kekuatan gempa yang akan terjadi. Seluruh lapisan masyarakat selayaknya harus menyiapkan diri untuk terus meningkatkan upaya mitigasi. Menguasai jalur evakuasi di sekitar lingkungan menjadi sangat penting. Masyarakat juga harus mengerti cara penyelamatan diri saat terjadi gempa kuat dan tsunami.
Evakuasi mandiri harus menjadi budaya yang tertanam sejak dini. Jadikan guncangan gempa kuat dan durasi yang cukup lama (berkisar 20 detik) sebagai peringatan dini dari alam. Beberapa kasus ada juga gempa yang tidak dirasakan kuat namun dengan durasi yang cukup lama (>60 detik) juga menjadi tanda gempa besar yang dapat memicu tsunami (kasus tsunami Mentawai 2010).
Artinya, tanpa harus menunggu peringatan resmi dari pemerintah, masyarakat harus segera menjauhi pantai saat terjadi gempa kuat dan durasi lama. Bisa saja tsunami datang dalam waktu yang sangat singkat sebelum datangnya peringatan resmi dari pemerintah. Jika tsunami benar-benar datang masyarakat sudah aman berada di tempat yang tinggi. Jikapun tsunami tidak datang, patut kita syukuri karena dijauhi dari bencana yang lebih besar dan jadikan sebagai latihan evakuasi. (*)
Ditulis oleh : Sabar Ardiansyah, SST (BMKG, Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu)