KABARRAFFLESIA.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, kembali menggelar kegiatan kursus singkat Mobile Journalism (MoJo), Sabtu 14 Desember 2019, pukul 10.00 WIB.
Kegiatan yang berlangsung di aula lantai IV, Universitas Dehasen Bengkulu tersebut, melibatkan 108 peserta dari kalangan mahasiswa/i dari berbagai perguruan tinggi di Bengkulu.
Seperti, mahasiswa/i Fakultas Ilmu-ilmu Sosial universitas Dehasen, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu, IAIN Curup, kabupaten Rejang Lebong dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bengkulu.
AJI Bengkulu sebelumnya telah menggelar kegiatan kursus singkat MoJo, pada Kamis, 05 Desember 2019. Pada kegiatan itu melibatkan 30 peserta dari kalangan mahasiswa, jurnalis, blogger, youtuber dan content creator Bengkulu yang digelar di Boombaru Resto kota Bengkulu.
Sebanyak 155 peserta mendaftarkan diri, sejak pendaftaran secara online melalui form google dibuka pada Kamis, 5 Desember 2019 hingga Rabu, 11 Desember 2019.
”Peserta yang dinyatakan lolos sesuai dengan kriteria untuk mengikuti short course and Practice-MoJo, Universitas Dehasen-AJI Bengkulu, sebanyak 108 peserta,” kata Koordinator Bidang Pendidikan AJI Bengkulu, Demon Fajri, Sabtu (14/12/2019).
Pada kursus singkat tersebut, sampai Demon, seluruh peserta mendapatkan materi berupa, journalism by the people yang disampaikan Dedek Hendry, selaku ketua AJI Bengkulu, periode 2015-2019/Jurnalis The Jakarta Post.
Lalu, phonegraphy/fotoponsel disampaikan Koordinator Bidang Perempuan AJI Bengkulu, Komi Kendy Settiawaty dan Ketua AJI Bengkulu periode 2019-2022, Harry Siswoyo.
Sementara materi mobile journalism disampaikan Heri Aprizal, Koodinator Bidang Komunikasi dan Data AJI Bengkulu/Redaktur surat kabar harian (SKH), Rakyat Bengkulu.
”Ini merupakan kegiatan pelatihan pertama kali digelar AJI Bengkulu di perguruan tinggi. Dehasen merupakan kampus pertama yang membuka diri untuk menguatkan dan meningkatkan kapasitas mahasiswa/i dalam Mobile Journalism,” terang jurnalis okezone.com ini.
”Dari kursus singkat ini diharapkan dari mahasiswa/i dapat membentuk komunitas berbasis jurnalis warga dengan mengedepankan etika,” sampai Demon.
MoJo Memudahkan Kerja Jurnalistik
Jurnalisme sejatinya memang milik semua orang. Karena itu siapa pun bisa melakukannya. Hanya saja memang ada nilai-nilai yang mesti dipatuhi. Salah satunya adalah verifikasi. Dengan itu, produk jurnalise dalam bentuk apa pun bisa dipercaya dan bukan tidak mungkin mendorong perubahan sosial.
Short Course and Practice-Mobile Journalism (MoJo), adalah salah satu contoh terapan praktik jurnalisme yang bisa dilakukan siapa pun. Berbekal telepon pintar, dan sentuhan nilai jurnalisme maka ini akan menjadi sebuah karya yang bisa dipercaya.
Bagi jurnalis, kata Ketua aliansi jurnalis independen (AJI) Bengkulu, Harry Siswoyo, jelas dengan menerapkan praktik MoJo akan bisa memudahkan kerja-kerja jurnalistik yang kian hari makin banyak duversifikasinya.
Di sisi lain, bagi mahasiswa atau masyarakat MoJo juga akan memudahkan. Setidaknya untuk mendokumentasikan sebuah aktivitas atau untuk mengkampanyekan sesuatu bagi kepentingan publik.
”Terima kasih untuk Universitas Dehasen Bengkulu, yang telah menjadi tuan rumah. AJI secara kelembagaan mengapresiasi semangat Dehasen sebagai mitra AJI. Semoga semangat ini bisa menularkan kepada kampus lain untuk juga ikut menguatkan kapasitas mahasiswanya, khususnya dalam era digital hari ini,” kata Harry.
MoJo Berhubungan Dengan Mata Kuliah
Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Dehasen Bengkulu, Asnawati mengatakan, kursus singkat MoJo Universitas Dehasen-AJI Bengkulu merupakan salah satu bentuk output kerjasama AJI Bengkulu dengan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, beberapa waktu lalu.
MoJo, kata Asnawati, sangat bermanfaat mahasiswa/i universitas Dehasen, Khususnya, fakultas ilmu-ilmu sosial. Di mana kursus singkat MoJo banyak sekali yang berhubungan dengan mata kuliah ilmu komunikasi. Baik mengenai jurnalis, fotografi serta lainnya.
Melalui MoJo, terang Asnawati, nantinya mahasiswa/i dapat memanfaatkan teknologi melalui smartphone dengan baik dan beretika.
”Saya berharap pelatihan ini dapat diikuti peserta sampai selesai. Gali-lah ilmunya dari pakar-pakar AJI Bengkulu,” terang Asnawati.
Ditambahkan Rektor Universitas Dehasen Bengkulu, Prof. Johan Setiantoas, pada saat ini stigma masyarakat sudah berubah. Jika sebelumnya masyarakat membaca informasi melalui media massa atau koran. Namun, pada era milenial masyarakat sudah bergeser ke media online melalui berbagai platform.
”Kalau tidak bergeser ke sana (media online) maka akan ketinggalan,” jelas Johan.
Pada era milenial, sampai Johan, saat ini setiap orang bisa melaporkan sesuatu kejadian secara langsung, dengan menggunakan berbagai platform. Sehingga informasi tersebut cepat menyebar ke dunia maya.
Dahulu, tambah Johan, pepatah mengatakan mulut mu harimau mu. Namun, pada saat ini jempol mu adalah harimau mu. Dari itu, harap Johan, perlu adanya etika dalam penyampaian informasi ke dunia maya yang disebar melalui berbaga[i platform.
”Internet ada sisi positif dan negatif. Namun, kita harus tahu apa yang layak diberikan ke publik apa yang tidak boleh diberikan ke publik. Melalui MoJo ini setidaknya jurnalis warga dapat beretika dalam penyampaikan informasi ke dunia maya,” sampai Johan.
(rls)