Kabar Rafflesia, Mukomuko – Terkait pemberhentian Kepala Desa yang ditanda tangani oleh Bupati Mukomuko, H. Sapuan, SE., MM., Ak., CA., CPA. Kepala Desa tersebut adalah Kepala Desa (Kades) Pondok Baru, Suswandi dan Kades Selagan Jaya Sumanto. Pemberhentian tersebut tertuang dalam Keputusan Bupati Mukomuko Nomor 100-234 Tahun 2021 tentang pemberhentian Kepala Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya, dan Keputusan Bupati Mukomuko Nomor 100-233 Tahun 2021 Tentang Pemberhentian Kepala Desa Selagan Jaya Kabupaten Mukomuko. Dimana keputusan itu berlaku sejak tanggal 30 Juni 2021 Banyak pro dan kontra dikalangan pejabat maupun masyarakat. Banyak berkembang desas-desus yang berkembang di masyarakat yang apabila tidak diklarifikasi maka akan menjadi bola api yang tidak diinginkan.
Belum diketahui pasti apa penyebab terjadinya pemberhentian para Kades tersebut, namun berdasarkan informasi sementara yang didapat, pemberhentian dilakukan karena Suswandi Kades Pondok Baru terdapat laporan dari BPD Desa Pondok Baru dan Sumanto Kades Selagan Jaya diduga melanggar kode etik pada saat berkampanye jelang Pilkada Kabupaten Mukomuko tahun 2020 lalu.
Suswandi saat dikonfirmasi awak media mengatakan bahwa pemecatan tersebut tidak ada dasar dan merupakan tindakan kesewang-wenangan karena Suswandi merasa tidak melakukan kesalahan yang melanggar hukum.
Begitu juga Sumanto, saat dikonfirmasi oleh para awak media, Jum’at, (16/7/2021) membenarkan hal tersebut. Sumanto menyampaikan tidak terima atas pemberhentian tersebut. Karena Sumanto merasa tidak pernah ditetapkan bersalah atau melanggar aturan dari Bawaslu atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI).
Dalam hal ini langsung ditanggapi oleh Nursalim Waka I DPRD Kabupaten Mukomuko. Menurut Nursalim Dasar hukum dari pemberhentian Kepala Desa, diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014. Pasal 26 ayat (4), Pasal 27 dan Pasal 28. Nursalim berharap jangan sampai terjadi keputusan yg otoriter, “Dasar pemberhentian Kades Dasar hukum dari pemberhentian Kepala Desa, diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014. Pasal 26 ayat (4), Pasal 27 dan Pasal 28. Jangan sampai terjadi keputusan yg otoriter, dan terulang kejadian seperti terdahulu keputusan pemberhentian Bupati di PTUN kan dan kalah, ini kan bisa mencoreng nama baik bupati.” Ucap Nursalim.
Jika memang ada kesalahan terkait tingkah laku bisa dilakukan pendekatan dan pembinaan baik dari tingkat Kecamatan sampai Dinas PMD. Apabila ada indikasi penyalahgunaan dana Desa harus sudah melalui audit Inspektorat dan dilakukan langkah-langkah yg dilakukan inspektorat sampai pemutusan hasilnya “Selanjutnya jika memang ada kesalahan terkait tingkah laku bisa dilakukan pembinaan baik dari tingkat Kecamatan sampai Dinas PMD. Jika ada indikasi penyalahgunaan dana Desa apakah sudah ada audit dari Inspektorat dan jika sudah tentu ada langkah-langkah yg dilakukan inspektorat apa hasilnya? Jangan sampai sebuah kesalahan yg bukan kewenangan kita untuk menyatakan salah dan tidaknya kita ambil alih.” lanjutnya Nursalim.
Pemecatan Kepala Desa harus melalui prosedur dan sesuai Undang-undang “Jika kades pondok baru sedang berhadapan degan hukum terkait dana Desa pihak pemerintah juga tidak boleh langsung memecat namun harus menungggu proses selesai sampai keluar putusan pengadilan. Baru pemerintah bisa menindak” lanjut Nursalim.
“Jika hanya surat pengajuan dari BPD dijadikan dasar untuk pemberhentian seorang kepala desa tanpa melihat yg lain. Maka tidak menutup kemungkinan akan muncul kejadian-kejadian yg sama” tutup Nursalim.