Ironi, mungkin gambaran itulah yang saat ini mewarnai pendidikan di Bengkulu. Belum lama ini viral video seorang mantan siswi yang tak dapat mengambil ijazahnya setelah lepas masa sekolah di tahun 2018 silam.
Melia Anggraini, siswi SMKN 6 Kota Bengkulu memberanikan diri membuat video meminta bantuan kepada Walikota Bengkulu Helmi Hasan untuk menyelesaikan permasalahannya dengan pihak sekolah. Bahkan ia langsung direspon dengan Walikota dan Wakil Walikota Bengkulu.
Menariknya, secara administrasi, penyelenggaraan pendidikan untuk tingkat SMA dan SMK berada dalam kewenangan Pemerintah Provinsi, Salah satu tokoh provinsi Bengkulu yang juga Gubernur Bengkulu periode 2012 – 2015 yakni Ustaz Junaidi Hamsyah merasa sangat prihatin dengan kondisi tersebut.
_Simak obrolan singkatnya bersama tim Kominfosan Kota Bengkulu (Hendri Akbar, Prenkki O dan Jimmi T)_
Kasus Melia ialah bukti bahwa ada kelemahan di dunia pendidikan.
“Ijazah yang tersandera ini adalah bukti bahwa rasa kemanusiaan sudah mulai hilang,” kata UJH (Sapaan Junaidi Hamsyah). UJH menganalogikan permasalahan ini seperti luka lama yang dibiarkan terbuka tanpa diobati dengan arti seperti kasus yang selalu berulang.
UJH mengatakan hal ini tidak akan terjadi jika Gubernur, Bupati dan Walikota bisa berbagi tugas dengan baik dalam pendelegasian wewenang ke tingkat perangkat daerah. Pihak sekolah yang lebih banyak berinteraksi dengan para peserta didik, seharusnya sudah menyimpan rekam jejak para siswa dan siswi yang memang tidak mampu dalam menjalankan pendidikan.
“Seharusnya sudah ada rekam jejak kondisi keluarga dan kemampuan siswa,” ujarnya. Saya melihat disini seolah-olah pihak sekolah tidak ada kepedulian, bahkan siswa-siswi di cap memang sengaja tidak mau bayar sekolah. Mungkin ada satu atau dua oknum yang melakukan hal tersebut tetapi tidak bisa disamaratakan dengan seluruh anak didik,” tambahnya.
UJH pun mengingatkan bahwa akan ada efek besar jika ijazah tersandera. Buka hanya merusak psikologis yang bersangkutan, tetapi juga merusak nasib. Seperti kondisi Melia, saat ini dia butuh ijazah untuk bekerja membantu orang tuanya. Tetapi karena ijazah tidak ada, akhirnya peluang untuk bekerja memperbaiki nasib masa depan hilang dan ini sebuah perbuatan yang dzalim.
Banyak solusi yang bisa dilakukan pihak sekolah dalam menghadapi kasus seperti ini. Seperti pihak sekolah bisa meniru program Walikota Bengkulu yakni GPS (Gerakan Peduli Siswa). Setiap siswa menyisihkan uang jajannya untuk membantu siswa yang sedang sedang kesulitan. Bisa juga dengan para guru untuk sedikit menyisihkan sertifikasi atau pendapatan yang lain untuk membantu siswa. Jika tidak ada solusi juga, bisa melapor ke dinas.
“Semua tergantung niatnya saja,” tuturnya
*UJH Meneteskan Air Mata*
Gerakan cepat pihak Walikota Bengkulu menanggapi apa yang dialami Melia menyentuh sisi kemanusiaan yang nyaris hilang tadi. “(menarik nafas agak dalam) menyaksikan kepedulian Walikota Helmi Hasan sungguh luar biasa, karena bukan kewenangan dia untuk menyelesaikan urusan SMA dan SMK ini,” ujarnya dengan nada bergetar.
Sempat meneteskan air mata, UJH menilai, ini murni rasa kemanusiaan yang bergerak. Rasa cinta dan kepedulian yang besar akan nasib masa depan anak ini. Kehadiran Helmi ini ibarat obat bagi orang yang sedang sekarat.
“Coba bayangkan, bertahun-tahun menunggu ijazah, mengemis ke sekolah tidak ada solusi ibarat orang yang sakit sudah sekarat. Tiba-tiba Melia memberanikan menghubungi Walikota. Akhirnya ada solusi. Ini kan seperti minum obat tapi langsung sembuh,” katanya.
Sungguh sangat luar biasa yang dirasakan keluarga Melia ini. Bagi masyarakat yang mengikuti kejadian ini, tentunya ikut berterima kasih dan turut bergembira. Kepekaan sosial kita pun seperti dikejutkan untuk bangun kembali.
Bagi UJH, apa yang dilakukan Helmi ini jangan dinilai berbeda atau di politisir. Seharusnya kepala daerah yang lain meniru hal ini.
“Sosok Helmi jangan diterjemahkan macam-macam, tapi lihatlah sebagai bentuk kepedulian kepada sesama. Ini mengajarkan kita tentang visi kemanusiaan. Intinya kalau hendak berbuat baik tak perlu pandang agama, budaya, suku, ras, semuanya wajib bahagia,” ingatnya.
Orang-orang macam Helmi ini adalah orang-orang langka dan berhati emas. Ia mengaku mungkin ketika dirinya masih menjabat sebagai Gubernur dulu, belum tentu dia akan bersikap serupa atau terpikirkan tindakan yang serupa.
Ustaz yang akrab dengan wajah “Baby Face” dan berkacamata ini mengingatkan kembali akan janji politik yang digaungkan oleh Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah di masa kampanye dahulu.
“Kepada Bapak Gubernur saya pikir ada bagusnya untuk kembali melihat ke bawah betapa sosok dibawah kepemimpinan bapak ada bupati dan walikota yang bisa menanggulangi masalah ini. Masyarakat sudah menunggu janji kampaye dulu untuk membebaskan biaya SPP SMA dan SMK,” tutupnya.
Untuk diketahui, setelah viral video Melia ini di media sosial. Akun Instagram, Facebook dan nomor whatsapp Walikota Bengkulu di banjiri kasus serupa. Bukan saja datang dari kota Bengkulu tetapi mulai meluas di sejumlah kabupaten, bahkan provinsi tetangga. Komunikasi langsung di akun media sosial kepala daerah ini sangat efektif untuk melihat kondisi sebenarnya masyarakat. Komunikasi tanpa batas yang bertanggung jawab saling terkoneksi untuk pengambilan sikap dan keputusan. (**)