Oleh : Arinka Susan Anggriani*
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Namun Indonesia masih rendah akan tingkat pendidikan terutama di desa terpencil yang membuat sumber daya manusia di Indonesia sangat rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah lapangan kerja yang ada, sehingga menambah tingkat pengangguran di Indonesia. Oleh karenanya banyak tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri untuk penghidupan yang layak dan lebih baik.
Diadakannya penempatan TKI di luar negeri adalah salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk mensejaterahkan rakyat dan mengurangi pengangguran dengan tujuan mengurangi garis kemiskinan di indonesia. Namun tidak sedikit Tenaga Kerja Wanita yang di berangkatkan mendapatkan haknya, mereka malah mendapat perlakuan yang tidak sesuai dan tidak manusiawi.
Tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri banyak menimbulkan berbagai macam resiko, seperti menjadi korban penganiayaan, pelecehan seksual serta exploitation rape. Dalam hal ini maka diperlukannya perlindungan hukum yang wajib diberikan kepada subjek hukum tersebut. Yang mendorong indonesia untuk berperan aktif ditingkat internasional dan bekerja sama dengan berbagai negara adalah arah globalisasi yang semakin meningkat.
Dikutip dari gugus trafficking, kasus tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja di luar negeri yang menjadi korban exploitation rape yaitu :
“Pada tahun 2009, bangsa Indonesia tersentak oleh kasus Winfaidah Tenaga Kerja Wanita yang berasal dari kecamatan Batanghari, Provinsi Lampung.
Winfaidah bekerja di rumah majikannya yang bernama Sunti dan Welu warga negara Malaysia keturunan India yang bekerja mengurus empat orang anaknya dan membersihkan rumah sejak mulai pagi hingga tengah malam tapi hanya diberi makan sehari sekali saja. Selain itu korban sering mengalami kekerasan fisik dan seksual serta tidak diberikan gaji dan ditinggalkan/dibuang di jalan dalam keadaan luka parah akibat sering dianiaya majikan dan anak-anaknya dengan cara dipukuli, disiram air panas di punggung, disetrika di kedua payudaranya, dan juga korban pernah digunting jari telunjuk kiri gara-gara korban ketahuan saat mengambil sepotong pepaya di kulkas karena korban sangat lapar.
Selanjutnya darah yang mengucur dari jari korban ditampung dengan mug kaleng tempat minum korban, kemudian korban disuruh meminumnya. Selain itu korban telah diperkosa majikan laki-lakinya bahkan dengan bantuan majikan perempuannya dengan cara memaksa dengan menyeret korban agar melayani suaminya. Kasus Winfaidah menjadi perhatian bangsa Indonesia, terjadi pada masa moraturium, yaitu penghentian pengiriman TKI dari Indonesia ke Malaysia yang dimulai sejak bukan Juli 2009”.
Banyaknya tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang diperkosa majikannya menjadi suatu bukti adanya suatu tindakan yang dilatar belakangi dengan keuntungan yang diambil oleh majikan terhadap korban, karena korban bergantung kepada majikannya baik secara ekonomi maupun sosial. Perlindungan terhadap tenaga kerja wanita yang mengalami perkosaan tersebut hanya berupa pendampingan dalm proses peradilan dan apabila proses peradilan tersebut telah selesai maka korban akan dipulangkan ke Indonesia kembali.
Sedangkan perlindungan terhadap hak-hak korban masih belum terpenuhi apalagi jika kita kaitkan dengan kasus diatas yang mana banyak sekali kerugian yang dialami oleh korban baik itu luka akibat penganiayaan maupun trauma yang dialaminya. Dalam hal ini Pemerintah seharusnya bersikap proaktif dalam memberi perlindungan hukum terhadap para tenaga kerja wanita dengan cara memperkuat Diplomasi antar negara, supaya dapat lebih menjamin perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja wanita di luar negeri sebagai bentuk bahwa Indonesia merupakan negara yang berdaulat dan mempunyai kewajiban untuk melindungi aset negaranya terutama manusia yang ada di dalam maupun diluar negeri.
Hal ini berkaitan langsung dengan pembukaan UUD 1945 aline keempat yang menyebutkan bahwa,”untuk membentuk suatu pemerintahan negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia”.
Pelindungan mengenai Tenaga Kerja Wanita merupakan masalah transnasional karena melibatkan antara negara kita dengan negara lain maka dibutuhkan Hukum Internasional yang menguatkan Hukum Nasional. Mengenai hal ini Indonesia cukup banyak meratifilkasi konvensi-konvensi Internasional maupun Organisasi Internasional.
Berikut konvensi-konvensi yang telah diratifikasi Indonesia :
- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di Tahun 1948 dan diratifikasi pada tahun 2000
- Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial Tahun 1963 dan di ratifiksasi pada tahun 1999
- Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil Ekonomi, Sosial dan Budaya Tahun 1966 dan diratifikasi pada Tahun 2006
- Konvensi ILO No.29 tentang Kerja Paksa Tahun 1930 namun diberlakukan pada tahun 1932 dan telah diratifikasi pada tahun 1950
- Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi tahun 1948 dan diratifikasi pada tahun 1998, dan konvensi lainnya.
*Mahasiswi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UINFAS Bengkulu