SEMENJAK ditetapkannya Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 oleh Pemerintahan Nasional Republik Indonesia , tentang Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistemnya, sebuah produk Undang – Undang yang menggagas menjadikan kawasan – kawasan Hutan di Indonesia di bawah pengelolaan Taman Nasional sebagai areal hutan konservasi yang fungsinya untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan sebagai upaya mempersiapkan bekal keberlanjutan hidup dan masa depan generasi selanjutnya.
Ide dan Gagasan tentang Taman Nasional itu sendiri lahir pertama kali pada tahun 1810 dari puitris Inggris William Wordsworth dengan menggambarkan Danau District sebagai “sebuah bagian dari hak milik nasional di mana setiap orang memiliki hak bagi yang memiliki mata untuk menerima dan sebuah hati untuk menikmati”.
Pada tahun 1832, George Catlin, seorang seniman yang menyukai traveling untuk mencari sebuah inspirasi karya lukisan portraitnya mencetuskan sebuah nama “Taman Nasional” untuk pertama kalinya. Ketika itu Catling melakukan sebuah perjalanan untuk melihat sisi lain dari kehidupan Suku Indian di bagian Barat Amerika Serikat.
Dalam sebuah perjalanannya, Catlin mulai merasa khawatir dengan apa yang dilihatnya mengenai kondisi kawanan bison dan Suku Indian yang hidupnya sangat bergantung kepada ekosistem alam akan punah selamanya dari Ameria Serikat hanya dalam dekade waktu kedepan apabila keberadaannya tidak dilindungi dan dikelola dengan baik.
Di Indonesia sendiri ide dan gagasan tentang Taman Nasional muncul pada tahun 1980-an setelah adanya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 453/Kpts/Org/6/1980 tanggal 23 Juni 1980 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian yang memutuskan dibentuknya Sub. Direktorat Taman Nasional, karena adanya pengaruh dari Keputusan Konferensi Umum UNESCO pada 16 November 1972 mengenai Situs Warisan Dunia, Bahwa Taman Nasional dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia, suatu tempat budaya dan alam, serta benda yang berarti bagi umat manusia untuk mengkatalog,menamakan dan melestarikan tempat – tempat yang sangat penting agar menjadi warisan manusia di dunia.
Kawasan Taman Nasional di Indonesia yang diakui sebagai Situs Warisan Dunia diantaranya adalah Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, Taman Nasional Lorentz di Papua Barat dan,Taman Nasional Ujung Kulon di Banten. Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatra Utara dan Aceh, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat yang merupakan salah satu Taman Nasional tertua di Indonesia tergabung dalam Warisan Hutan hujan tropis.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi, maka selain menjadi kawasan menjaga keberlangsungan mahkluk hidup dan tumbuh – tumbuhan didalam kawasan hutan juga dimanfaatkan menjadi tempat wisata alam menantang sebagaiman gunung – gunung di Pulau Jawa masuk dalam wilayah Taman Nasional menjadi tempat wisata pendakian dengan persayaratan membuat Surat Izin Pendakian memasuki kawasan konservasi.
Meskipun Taman Nasional fungsi utamanya adalah untuk konservasi dan pelestarian alam, diberbagai negara memiliki fungsi yang berbeda – beda pula, di Indonesia Tak jarang pula taman nasional dijadikan sebagai tempat wisata alam yang sangat alami dan menantang, apalagi setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Nomor P.4 Tahun 2019 Tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas bumi Pada Kawasan Taman Nasional,Taman Hutan Raya dan Wisata Alam, sebuah kebijakan pemerintah yang membuka pelaku usaha untuk menanamkan modal dikawasan hutan Taman Nasional.
Peraturan Menteri Nomor P.4 Tahun 2019 tersebut mengundang polemik dari aktivis – aktivis gerakan agraria dan lingkungan hidup dianggap sebagai salah satu cara dari pemerintah melakukan privatisasi dikawasan hutan konservasi Taman Nasional dengan melibatkan perusahaan – perusahaan swasta asing dalam pengelolaan jasa wisata dan pemanfaatan sumber daya hutan lainnya untuk dieksploitasi dapat membawa dampak buruk terhadap kehidupan masayarakat disekitar kawasan hutan Taman Nasional yang justru menimbulkan ekploitasi dengan alasan kemitraan pembangunan kawasan konservasi, sebuah kebijakan yang sangat deskriminasi bagi kelangsungan hidup rakyat.
Karena pada prakteknya masyarakat yang berada dikawasan yang telah ditentukan oleh pemerintah sebagai kawasan konservasi atas nama kelestarian alam, sering menjadi korban, bahkan diusir paksa dituntut meninggalkan pemukiman dan lahan – lahan pertanian yang sudah mereka garap selama berpuluh – puluhan tahun secara turun – temurun diwilayah tersebut, dituntut menyediakan bekal untuk generasi masa depan, sehingga menyebabkan mereka kehilangan akses penghidupannya.
Di Indonesia, terdapat 31.597 desa-desa yang berada atau bersinggungan di kawasan hutan. 70% dari penduduknya tadi bergantung akan hasil-hasil hutan. Jika pemerintah tidak cukup bijak merencanakan pembagian dan penetapan wilayah Konservasi tersebut kepada masyarakat, kebijakan tersebut malah akan menimbulkan konflik-konflik agraria yang baru, yang disebabkan penetapan konservasi hanya sepihak dilakukan atas kuasa pemerintah.
Sementara, kehidupan dan keberadaan masyarakat disana seperti diabaikan, bahkan dianggap tidak ada yang seharusnya mendapat perlindungan hukum dari pemerintah sebagaimana telah diatur oleh Pasal 33 UUD 1945 dan Undang – Undang Pokok Agraria tahun 1960 sebagai kekuatan payung hukum rakyat disekitar kawasan hutan mendapat hak dan pengelolaan hasil hutan yang harus diberikan pemerintah selaku penyelenggara negara.
Oleh: Wendy Hartono