KABARRAFFLESIA.com – Saat seluruh buruh di dunia memperingati May Day 2018, pelanggaran terhadap pekerja media yang merupakan pilar dari demokrasi masih jamak ditemukan di perusahaan media yang beroperasi di Indonesia. Pelanggaran tersebut tidak hanya dilakukan media nasional, namun perusahaan media asing yang berdomisili di Indonesia juga melakukan hal yang sama.

“Forum Pekerja Media mencatat ada 4 modus pelanggaran jaminan sosial yang jamak dilakukan perusahaan media,” ujar Ketua FSPM Independen Sasmito, dalam rilis yang diterima Kabar Rafflesia, Selasa (1/5/2018).

Pertama, tidak mengikutsertakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Kedua, mengikutsertakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan namun tidak membayarkannya.

Ketiga, mengikutsertakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, tapi hanya membayar salah satunya. Keempat, pekerja tidak diikutsertakan pada program BPJS namun diikutsertakan pada asuransi swasta lain yang nilai tanggungannya lebih rendah dari BPJS.

Sasmito menambahkan, data pengaduan yang sudah masuk ke LBH Pers tercatat ada lebih 8 perusahaan media yang melakukan pelanggaran jaminan sosial terhadap 15 pekerja media. Pola pelanggarannya hampir sama yaitu BPJS Kesehatan dibayarkan, tetapi BPJS Ketenagakerjaan sempat tidak dibayarkan. Iuran BPJS Ketenagakerjaan kemudian baru dibayarkan setelah diadvokasi dan muncul desakan terhadap perusahaan.

“Padahal ketentuan kepesertaan pekerja sudah diatur jelas dalam UU BPJS. Aturan tersebut juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang melanggar mulai dari sanksi administratif hingga tidak mendapat pelayanan publik tertentu,” ungkapnya.

UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS menerangkan Pasal 14 Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial. Selanjutnya pada Pasal 15 (1) Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.

Forum Pekerja Media, lanjutnya, juga mencatat pertumbuhan media serikat pekerja media tidak sebanding dengan pertumbuhan perusahaan media di Indonesia. Dari 40 ribuan media yang dicatat Dewan Pers ternyata baru ada sekitar 40an serikat pekerja media. Itupun yang terpantau aktif sekitar 30an serikat pekerja.

Tahun 2017, sambungnya, Forum Pekerja Media mencatat hanya ada 3 serikat pekerja media yang berdiri antara lain Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah, SPLM Sulawesi Utara dan Sindikasi. Ketiga serikat ini hasil gabungan dari pekerja media dari berbagai perusahaan di wilayah tersebut. Cara tersebut ditempuh mengingat sulitnya membentuk langsung serikat secara langsung di perusahaan media.

Padahal, menurutnya, Forum Pekerja Media meyakini keberadaan serikat pekerja di perusahaan media dapat menjadi mitra bagi perusahaan dalam memajukan perusahaan media secara bersama-sama. Serikat media bisa menjadi teman bagi perusahaan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang mampu memompa produktifitas pekerja yang dapat bermuara kepada keuntungan kedua belah pihak.

Di sisi lain, Forum Pekerja Media juga menyerukan kepada buruh media agar siap menghadapi perubahan lanskap industri media pada era digital. Terutama kesiapan menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat guncangan digital di industri media.

Kasus PHK yang menimpa ratusan pekerja media di MNC Grup yang terjadi pada tahun lalu bukan tidak mungkin terjadi pada tahun 2018 ini. Karena itu, perlu bagi pekerja media untuk memiliki wadah sebagai alat untuk memperjuangkan hak-hak mereka ketika dihadapkan pada kasus ketenagakerjaan.

Forum Pekerja Media juga menyoroti upaya pembungkaman terhadap pers mahasiswa (persma) di kampus dan kekerasan yang menimpa pegiat mahasiswa itu saat melakukan kerja-kerja jurnalis. Salah satu upaya pembungkaman tersebut yaitu dengan menahan dana penerbitan persma oleh pihak rektorat ketika pemberitaan bersentuhan dengan isu-isu yang sensitif di kampus.

Pihak kampus sudah selayaknya memberikan iklim kebebasan berekspresi yang sehat demi terciptanya demokrasi dan transparansi di kehidupan kampus. Demikian pula, aparat keamanan juga perlu memberi perlindungan kepada aktivis persma yang melakukan kerja-kerja berdasar prinsip jurnalistik.

“Bukan sebaliknya menjadi pelaku kekerasan terhadap aktivis persma yang nantinya akan menjadi generasi penerus pekerja media pada masa mendatang,” kata dia. (SP)

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here