Bulan Juni punya arti penting bagi bangsa Indonesia. Selain hari Lahirnya Pancasila, juga kelahiran Proklamator sekaligus Bapak Bangsa Indonesia, Sukarno.
Nah, soal hari lahir dan tempat lahir Bung Karno sempat jadi polemik. Apalagi, ada campur tangan penguasa Orde Baru untuk memanipulasi momentum penting dalam kehidupan sang Proklamator tersebut untuk memuluskan proyek de-sukarnoisasi.
Berikut ini 10 fakta penting tentang kelahiran Bung Karno:
- Sukarno sendiri mengaku lahir pada 6 Juni 1901. Hal ini terungkap dalam biografi Bung Karno yang ditulis Cindy Adams, Soekarno Penyambung Lidah Rakyat (cetakan pertama 1965). Di situ beliau bilang, “Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam, bulan enam.” Dia juga bilang, “karena aku dilahirkan di tahun 1901.”
- Bung Karno menyebut dirinya lahir menjelang fajar. Kira-kira pukul 05.30 pagi. Karena itulah Sukarno sering mendapat panggilan “Putra Sang Fajar”. “Bersamaan dengan kelahiranku menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru dan menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru,” kata Sukarno.
- Namun, versi lain menyebut tahun berbeda. Buku induk mahasiswa Technische Hogeschool/TH (sekarang Institut Teknologi Bandung) menyebut Sukarno lahir tanggal 6 Juni 1902. Di situ Sukarno ditulis dengan “Raden Soekarno”, lahir di Surabaya, 6 Juni 1902. Namun, Bambang Eryudhawan, seorang arsitek dan juga pemerhati sejarah yang menemukan buku induk tersebut, mengakui tahun yang dicatat oleh buku induk itu bisa saja salah. “Tahun itu salah. Itu lumrah karena biasanya dulu anak yang mau masuk sekolah usianya dibuat muda atau bahkan sengaja dituakan oleh orang tuanya. Kemungkinan besar data itu menggunakan data semasa Sukarno sekolah di HBS Surabaya,” kata Bambang seperti dikutip Historia.
- Sementara Harian Kompas yang terbit pada 5 Oktober 1970 menyebutkan, ada kemungkinan Bung Karno lahir sebelum 23 Mei 1901. Versi ini diungkap paman Bung Karno, Soemodihardjo. Menurut penuturan dia, kelahiran Bung Karno ditandai dengan letusan Gunung Kelud pada 23 Mei 1901.
- Sempat juga muncul polemik tentang tempat lahir Bung Karno. Versi Orde Baru yang banyak beredar menyebut Bung Karno dilahirkan di Blitar, Jawa Timur. Tetapi dalam biografi yang ditulis oleh Cindy Adams, Soekarno Penyambung Lidah Rakyat (cetakan pertama 1965), Bung Karno mengatakan dirinya dilahirkan di Surabaya. Lambert Giebels dalam bukunya, Soekarno, Biografi Politik 1901 – 1950, menyebut Bung Karno dilahirkan di Jalan Pasar Besar, Surabaya. Juga Kapitsa M.S. & DR Maletin N.P, yang menulis buku “Soekarno: Biografi Soekarno”, menyebut Bung Karno dilahirkan di Jawa, Surabaya, pada tanggal 6 Juni 1901. Kemudian, buku induk mahasiswa Technische Hogeschool/TH menyebut Bung Karno dilahirkan di Surabaya.
- Ketika lahir, Bung Karno diberi nama Kusno. Nama ini disandang Sukarno hingga belasan tahun. Namun, Kusno sering sakit-sakitan. Hingga, pada usia 11 tahun, Kusno diserang sakit berat: thypus. Ayahanda Sukarno, Raden Sukemi Sosrodiharjo, merasa nama Kusno tidak cocok. Akhirnya, Bung Karno ganti nama. Dia diberi nama “Karna”, nama tokoh pahlawan dalam cerita Mahabharata. Dalam bahasa Jawa, huruf “A” menjadi “O”. Sedangkan awalan “Su” berarti baik atau paling baik. Jadilah Sukarno.
- Perihal nama, Bung Karno ingin ditulis dan disebut “Sukarno”, bukan “Soekarno”. “Soekarno mengikuti ejaan Belanda. Memang, di zaman Belanda, “U” ditulis “OE”. Namun, setelah Indonesia merdeka, Bung Karno selaku Presiden memerintahkan agar semua “OE” dikembalikan “U”. Nama Soekarno menjadi Sukarno. “ Tetapi tidak mudah mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun, jadi dalam hal tanda tangan aku masih menulis Soe,” kata Bung Karno di biografinya.
- Bung Karno mengaku lahir bersamaan dengan letusan gunung Kelud. “Gunung Kelud, yang tidak jauh letaknya dari tempat kami, meletus. Orang yang percaya kepada tahayul meramalkan, Ini adalah penyambutan terhadap bayi Sukarno,” tutur Bung Karno. Nah, berbagai sumber menyebut gunung kelud meletus di tengah malam antara 22-23 Juni 1 Apakah ini berarti Bung Karno lahir pada tanggal itu?
- Bung Karno menceritakan dalam biografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, dirinya dilahirkan tanpa pertolongan dokter atau tenaga kesehatan resmi. Bahkan tanpa bantuan dukun beranak. “Bapak tidak mampu memanggil dukun untuk menolong anak yang akan lahir. Keadaan kami terlalu ketiadaan. Satu‐satunya orang yang menghadapi ibu ialah seorang kawan dari keluarga kami, seorang kakek yang sudah terlalu amat tua. Dialah, dan tak ada orang lain selain dari orang tua itu, yang menyambutku menginjak dunia ini,”kenang Bung Karno.
- Bung Karno lahir di tengah konteks dunia yang mulai berganti-rupa, yakni dari zaman gelap-gulita penjajahan menuju pasang naik revolusi kemerdekaan dan kemanusiaan. Juga dimulainya abad lompatan maju pengetahuan. Sering disebut “Abad Atom” atau “Abad Ruang Angkasa”. Kemunculan Bung Karno di gelanggang politik perjuangan kemerdekaan tidak lepas dari konteks zaman yang melahirkannya.
Oleh : Mahesa Danu
[Sumber : Berdikari Online]