Oleh: Agustam Rachman*
Sudah 2 (dua) minggu ini publik heboh, sedikitnya 30 Ijazah siswa setingkat SMU/SMK di Propinsi Bengkulu yang ditahan oleh pihak sekolah (dilansir dari bencoolentimes.com, 23/8/2021).
Konyolnya pihak sekolah beralasan bahwa siswa tersebut belum melunasi kewajiban membayar SPP.
Dalam hal ini tentu kejadian itu bukan hal yang sederhana dan kecil. Tetapi merupakan masalah besar yang wajib jadi perhatian kita semua.
Adapun hal yang mendasari mengapa hal itu bukan masalah kecil adalah sebagai berikut:
Pertama, situasi pandemi covid 19 yang hampir berlangsung selama 2 (dua) tahun ini seharusnya menambah sensitifitas pejabat publik untuk membantu rakyat yang kesusahan akibat pandemi.
Ditengah upaya Pemerintah Pusat memberikan subsidi kepada rakyat agar tidak mati kelaparan seperti subsidi listrik, paket internet, bantuan sosial tunai dan paket sembako.
Tapi malah sebaliknya Pemerintah Propinsi Bengkulu ‘mencekik rakyat’ dan
tega menahan ijazah siswa setingkat SMU/SMK tersebut karena alasan belum membayar SPP. Bahkan secara terang-terangan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Bengkulu menyalahkan siswa dalam hal ini
Apakah tidak terbayang oleh mereka bahwa bisa saja ijazah tersebut akan dipakai untuk mencari kerja guna mencari sesuap nasi membantu ekonomi keluarganya
Kedua, dengan diundangkannya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah maka sekolah setingkat SMU/SMK menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi.
Kewenangan ini diperkuat pula oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XIV/2016. Sehingga terang dan jelas bahwa penyelenggaraan pendidikan setingkat SMU/SMK adalah Kewajiban Konstitusional Pemerintah Propinsi.
Maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa ada unsur pelanggaran konstitusi dan sumpah jabatan dalam kasus ini oleh Gubernur Rohidin.
Publik menunggu apakah DPRD Propinsi Bengkulu akan memanggil Gubernur Rohidin yang ‘bersumpah’ akan menggratiskan SPP waktu kampanyenya agar bertanggung-jawab, sebab kasus ini bukan salah pihak sekolah saja tapi menyangkut sebuah sistem dimana Rohidin adalah pemimpinnya.
*Penulis adalah Pengamat sosial