Oleh: Zulkarnain Dali (Tokoh Nahdatul Ulama Bengkulu)

Mengubah tagline Provinsi Bengkulu dari Bumi Rafflesia menjadi Bumi Merah Putih menjadi isu menarik pasca Pilkada 2024. Sebab, pasangan calon yang mengusung perubahan tagline ini yaitu Helmi Hasan – Mian tampil sebagai pemenang. Keduanya telah ditetapkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih hasil  pemungutan suara 27 November 2024.

Karena sudah menjadi program gubernur dan wakil gubernur terpilih, itu artinya tagline Bengkulu Bumi Merah Putih bakal direalisasikan setelah Helmi Hasan – Mian dilantik secara resmi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu pada  Februari tahun depan.

Selama puluhan tahun, orang mengenal Bengkulu sebagai Bumi Rafflesia. Karena itu, wajar apabila perubahan tagline menjadi Bumi Merah Putih menuai pro dan kontra. Justru kontroversi seputar wacana mengubah tagline tersebut positif bagi dialektika di tengah-tengah masyarakat Bengkulu. Sebab, tidak ada sesuatu yang abadi dan bersifat mutlak.

Jika dilihat dari faktor sosiologis-historis, julukan Bumi Rafflesia masih ada keterkaitan dengan nama penjajah. Suka atau tidak suka, begitulah faktanya. Memang, tidak mudah untuk melepaskan diri dari julukan yang sudah terucap puluhan tahun. Tapi mengubahnya bukan sesuatu yang mustahil.

Tagline atau apapun sebutan dan julukan pada dasarnya tidak bersifat mutlak. Semua punya latarbelakang dan alasan sosiologis maupun politis. Dulu kita tidak pernah terpikirkan nama Bandar Udara bisa berganti nama. Tapi naiknya putri Bengkulu Megawati Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden dan Wakil Presiden menjadi momentum politik. Sehingga jadilah Bandara Bengkulu bernama seperti yang kita kenal sekarang yakni Bandara Fatmawati Sukarno. Dulu,Bandara itu bernama Bandara Padang Kemiling yang merujuk nama tempat landasan pacu Bandara itu berada.

Kembali ke soal tagline Bumi Merah Putih. Menurut hemat saya, ini ide yang menarik. Ada beberapa alasan yang mendukung gagasan ini. Pertama, kata-kata “Merah Putih” identik dengan bendera Negara Republik Indonesia. Sejarah mencatat, bendera Merah Putih yang pertama kali dikibarkan ketika proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur Jakarta, dijahit oleh putri asli Bengkulu Fatmawati Sukarno. Dengan kata lain, dari sisi historis sebutan “Bumi Merah Putih” mengandung makna sejarah bagi Bengkulu.

Kedua, kata-kata “Merah Putih” juga identic dengan spirit kebangsaan dan persatuan atau nasionalisme. Merah Putih adalah warna bangsa. Bengkulu punya kontribusi sejarah dalam menghidupkan spirit nasionalisme, tepatnya semasa pengasingan Bung Karno di Bengkulu tahun 1938-1942. Selama di Bengkulu, Sukarno menggelorakan persatuan dan semangat kebangsaan Indonesia.

Kontribusi Bengkulu yang tidak sedikit bagi terwujudnya kebangsaan Indonesia sering kali terabaikan bahkan dilupakan. Beberapa pihak bahkan menganggap hal itu tidak penting. Sehingga jangan disalahkan apabila Bengkulu kurang begitu mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat, meskipun punya kontribusi sejarah.

Dalam konteks itulah, menurut saya, perubahan tagline Provinsi Bengkulu menjadi Bumi Merah Putih terasa relevan dengan perkembangan zaman. Apalagi, di era digitalisasi saat ini, isu-isu soal kebangsaan dan persatuan sudah mulai tergerus oleh budaya-budaya dari luar yang berwatak individualistis dan materialistis.

Bayangan saya, ketika orang mengenal Bengkulu ini sebagai “Bumi Merah Putih” maka Bengkulu bisa menjadi pusat pembangunan dan penguatan “Nasionalisme” dan sentral bagi penguatan spirit Kebangsaan dan Persatuan. Karena pada dasarnya, masyarakat Bengkulu adalah masyarakat yang cinta persatuan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here