KABARRAFFLESIA.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu kembali meminta operasi tambang emas di kawasan Bukit Sanggul, di Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, dihentikan. Ketimbang diberikan kepada perusahaan tambang, menurut wali lingkungan ini, pengelolaan hutan hujan tersebut sebaiknya diberikan kepada masyarakat adat setempat.
Dalam rilisnya, Walhi Bengkulu, menilai perubahan status Hutan Lindung Bukit Sanggul menjadi hutan produksi, yang terintegrasi ke dalam perubahan tata ruang, hanyalah demi memuluskan investasi tambang emas dengan metode open pit atau tambang terbuka.
“Perubahan status hutan ini juga sebagai ongkos politik menjelang pilkada 2024. Dugaan kuat bahwa ada indikasi korupsi perizinan PT ESDM yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu dan Bupati Seluma,” kata Ibrahim Ritonga, Direktur Walhi Bengkulu, dalam keterangan resminya, Senin (15/4/2024).
Rencana pertambangan emas PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDM), kata Ibrahim, akan mengakibatkan krisis pangan di Kabupaten Seluma. Menurut hasil studi Walhi Bengkulu, Kabupaten Seluma merupakan lumbung pangan terbesar ke-3 di Provinsi Bengkulu, yang memiliki areal persawahan dengan luas sekitar 6000 hektare. Aktivitas penambangan emas yang akan dilakukan oleh PT ESDM bakal berdampak buruk terhadap kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat ke depannya.
Ibrahim melanjutkan, berdasarkan hasil analisis Walhi Bengkulu, penambangan emas yang dilakukan dengan metode tambang terbuka akan mempercepat laju deforestasi, mengancam keanekaragaman hayati, dan mengubah siklus penghidupan masyarakat serta berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat.
“Penambangan emas otomatis menggunakan merkuri dan akan ada pelepasan senyawa merkuri baik melalui udara, tanah, dan air,” katanya.
Pemerintah daerah, katanya, harus segera menghentikan rencana penambangan emas, dan segera mengambil kebijakan untuk mengoptimalkan potensi lokal yang tersedia di Kabupaten Seluma, seperti sektor perikanan dan kelautan, sektor pertanian dan perkebunan.
Hal ini, menurutnya, akan berdampak positif untuk meningkatkan pendapatan dan memajukan daerah jika pemerintahnya serius dan memiliki political will yang kuat untuk memastikan pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam yang adil demi generasi ke depan.
“Kepada pihak KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) agar dapat menggagalkan dan tidak menerbitkan persetujuan lingkungan PT ESDM. Perubahan status hutan hujan Bukit Sanggul menjadi hutan produksi seluas kurang lebih 19 ribu hektare akan mempercepat laju bencana ekologis banjir dan longsor ke depannya,” ujar Ibrahim.
Ibrahim mengungkapkan, dari hasil kajian Walhi Bengkulu, konsesi PT ESDM berada pada ekosistem hutan hujan yang masih baik. Ribuan masyarakat sangat bergantung pada hutan yang merupakan sumber penghidupannya. Untuk itu, ia juga meminta KLHK segera mendistribusikan pengelolaan hutan kepada masyarakat di sekitarnya.
“Bahwa pengelolaan hutan lebih baik didistribusikan bagi masyarakat sekitarnya. Karena kami berkeyakinan bahwa Masyarakat Adat Serawai memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara adil dan berkelanjutan,” ucap Ibrahim.
Dua perusahaan tambang emas di Bukit Sanggul
Sebelumnya, pemerintah mengubah status kawasan hutan Bukit Sanggul, dari hutan lindung menjadi hutan produksi. Kelompok masyarakat sipil di Bengkulu meyakini perubahan status ini dilakukan untuk mengakomodasi operasi pertambangan di kawasan itu.
Soalnya terdapat dua perusahaan pemegang konsesi tambang yang diuntungkan dari penurunan status kawasan Bukit Sanggul ini, yakni PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDM) dan PT Perisai Prima Utama (PPU). Nama dua perusahaan itu muncul saat Yayasan Genesis Bengkulu melakukan tumpang susun antara peta perubahan fungsi Hutan Lindung Bukit Sanggul, dengan peta sebaran IUP.
“Berdasarkan analisis spasial, yang dilakukan, seluas 11.992 hektare konsesi PT ESDM, dan 2.818 hektare konsesi PT PPU, masuk dalam areal HL yang diubah menjadi HP itu,” kata Egi Saputra, dalam sebuah keterangan pada Agustus 2023 lalu.
Hasil pantauan citra satelit periode Juli 2023, lanjut Egi, seluas sekitar 19.223,73 hektare atau setara 96 persen area penurunan fungsi kawasan HL Bukit Sanggul masih bertutupan hutan lahan kering primer.
Berdasarkan penelusuran terhadap profil dua perusahaan tersebut yang Betahita lakukan, via Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, PT ESDM diketahui memegang IUP Operasi Produksi Nomor I.302.ESDM Tahun 2017 seluas 30.010 hektare. Izin operasi produksi tersebut tercatat berlaku mulai 15 Agustus 2017 dan berakhir pada 6 Maret 2023.
Sementara itu tak ada data yang disajikan MODI Kementerian ESDM untuk PT PPU. Setelah ditelusuri lebih lanjut, IUP PT PPU ternyata masuk dalam daftar IUP yang dicabut oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Dicabut IUP-nya, PT PPU kemudian melakukan perlawanan dengan menggugat Menteri Investasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor Perkara 16/G/2023/PTUN.JKT. Hasilnya, pada 10 April 2023 lalu, gugatan PT PPU itu dikabulkan oleh Majelis Hakim PTUN Jakarta.
Tak sudi kalah, Menteri Investasi kemudian mengajukan upaya banding. Pada 10 Agustus 2023 kemarin, melalui putusan nomor 165/B/2023/PT.TUN.JKT, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta memutuskan menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 16/G/2023/PTUN.JKT tanggal 10 April 2023 yang dimohonkan banding. Dengan lain perkataan, upaya banding Menteri Investasi itu tidak dikabulkan.
Sumber : https://betahita.id/news/detail/10125/walhi-bengkulu-minta-setop-tambang-emas-di-bukit-sanggul.html?v=1713218556