KABARRAFFLESIA.com – Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Adil Makmur (DPP PRIMA) mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (4/11).
Hari itu, PRIMA resmi menyampaikan laporan terkait dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat Negara dalam bisnis tes polymerase chain reaction (PCR).
Ada dua pejabat yang dilaporkan oleh DPP PRIMA terkait kasus itu, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Wakil Ketua Umum DPP PRIMA, Alif Kamal, menyampaikan hal ihwal terkait pelaporan itu. Menurutnya, kasak-kusuk mengenai bisnis PCR sudah terdengar lama sejak awal-awal pandemi.
“Tetapi laporan investigasi TEMPO dan ICW itu yang membuatnya menjadi ada titik terang,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK.
Menurut Alif, laporan investigasi TEMPO dan temuan ICW harusnya menjadi data awal bagi KPK untuk menyelelidiki kasus tersebut. Dengan begitu, isu ini tidak menggelinding liar di tengah-tengah masyarakat.
Lebih lanjut, kata Alif, pelaporan PRIMA didorong oleh itikad baik untuk memastikan pemerintahan menjauh dari praktek penyalahgunaan kekuasaan.
“Ini bukan soal suka dan tidak suka, melainkan upaya kami menagih komitmen Presiden terkait pemerintahan bersih, yang terbebas dari penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi,” jelasnya.
Karena itu, kata dia, PRIMA juga mengapresiasi dukungan banyak pihak, termasuk di kubu pendukung Jokowi, yang menghendaki kasus ini dibuka seterang-terangnya.
Tanggal 20 Agustus lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengumumkan temuan lembaganya terkait potensi keuntungan dari bisnis PCR.
Hitungan ICW dari Agustus 2020 hingga Agustus 2021 menyebut keuntungan Rp 10,4 triliun yang dinikmati oleh penyedia jasa PCR.
ICW juga mengendus adanya konflik kepentingan di balik penetapan harga PCR yang menyeret nama-nama pejabat di lingkaran pengambil kebijakan.
Laporan majalah TEMPO edisi 1 November 2021 semakin menunjukkan titik terang terkait keterlibatan pengambil kebijakan dalam bisnis PCR itu.
PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), salah satu perusahaan penyedia jasa PCR, punya kaitan dengan sejumlah pejabat penting di pemerintahan.
PT GSI merupakan perusahaan baru yang didirikan tak lama setelah pandemi Covid-19 merebak di tahun 2020. Sejumlah pengusaha besar ikut patungan untuk membuat PT GSI.
Dua perusahaan yang terafiliasi dengan Kemenko Marves Luhut Binsar Panjaitan, yaitu PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi, punya saham 242 lembar senilai Rp 242 juta di PT GSI.
Pemilik saham lainnya Yayasan Adaro, yang berada di bawah naungan PT Adaro Energy Tbk milik Garibaldi Thohir, kakak Menteri BUMN Erick Thohir.
Di luar nama dua pejabat ini, masih ada deretan nama mantan pejabat, politisi, dan pengusaha yang ikut menikmati cuan dari bisnis PCR ini.
Ada Enggartiasto Lukita, bekas Menteri Perdagangan, yang memiliki PT Inti Bios Persada Sejahtera. Kemudian ada Lusyani Suwandi, kader partai Nasdem, yang mengendalikan Hamera Laboratorium.
Ada juga nama Arsjad Rasjid, Ketua Umum KADIN, yang merupakan pemilik PT Indika Energy Tbk (pemilik saham mayoritas di PT GSI). Lalu ada nama Jack Budiman, pengusaha yang tersangkut kasus e-KTP, yang memiliki jaringan laboratorium tes PCR di bawah bendera Bumame Farmasi.
Melawan Oligarki
Pasca pelaporan yang dilakukan oleh DPP PRIMA di KPK, isu bisnis PCR makin menggelinding luas. Ada banyak pihak yang memberi dukungan atas langkah berani PRIMA tersebut.
Ketua Umum PRIMA, Agus Jabo Priyono, pun mengeluarkan pernyataan resmi terkait alasan dan tujuan PRIMA membuat pelaporan itu ke KPK.
“Agar isu bisnis PCR di pusaran kekuasaan yang sudah menjadi perhatian publik secara luas ini menjadi terang benderang, tidak simpang siur, tidak menjadi bola liar,” kata Agus Jabo dalam pernyataan resmi yang dicuitkan oleh akun twitter resmi DPP PRIMA, Minggu (7/11/2021).
Menurut Agus Jabo, PRIMA menolak kekuasaan yang oligarkis dan mendukung penuh terbentuknya pemerintahan bersih.
“Itu sejalan dengan program Presiden Jokowi tentang pemerintahan bersih dan menjaga kepercayaan rakyat terhadap pemerintah,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata Agus Jabo, langkah PRIMA ini juga didorong oleh lemahnya kontrol parlemen terhadap eksekutif, sehingga banyak pemegang otoritas menyalahgunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
“Ini yang kami tangkap. Jadi di saat oposisi lemah, fungsi pengawasan DPR juga lemah, rakyat bangkit menjadi oposisi sejati, di situlah PRIMA berdiri bersama rakyat,” tegasnya.
Dia menegaskan, partai harus menjadi alat perjuangan rakyat sebagaimana akar sejarah kelahiran partai-partai di masa perjuangan anti-kolonialisme.
Agus Jabo menegaskan, sebagai partai yang bertekad mewakili suara rakyat biasa, PRIMA tidak bisa tinggal diam ketika ada segelintir orang yang memanfaatkan kekuasaan politik untuk menumpuk kekayaan.
“Kita tidak anti terhadap orang kaya, jika kekayaan itu diperoleh dengan cara yang sah, tidak melanggar UU, tidak merusak lingkungan, tidak mengeksploitasi penderitaan orang, tidak mengemplang pajak, tidak merusak moral bangsa dan yang terpenting tidak menyalahgunakan kekuasaan,” imbuhnya.
Dia pun berharap agar KPK bertindak profesional dengan merespon pelaporan dari PRIMA. Menurutnya, respon baik dari KPK terkait kasus itu akan memberi harapan bagi perjuangan untuk pemerintahan bersih dan masyarakat berkeadilan sosial.
Sumber : Berdikari Online