Oleh: Syamsul Ma’arief*
Baru-baru ini kita diramaikan oleh sebuah film dokumenter (Sexy Killer) yang menggambarkan, bagaimana kondisi bumi Indonesia yang dikupas dan dikeruk batu baranya di wilayah Kalimantan sana untuk aliran listrik yang didistribusikan ke seluruh pulau-pulau lain dengan pasokan batu bara yang luar biasa mencengangkan. Eksploitasi besar-besaran yang terjadi di Kalimantan oleh swasta, meski aliran listriknya singgah di pemukiman yang kita tempati dan kita menikmatinya, akan merasa miris ketika kondisi yang kita lihat, tentang kondisi lingkungan,populasi manusia, sosial politik dan sosial ekonominya sangat memprihatinkan. Dari eksploitasi yang terjadi, seluruh dampak ditanggung oleh rakyat tanpa adanya pertanggung jawaban yang harus diupayakan oleh Negara maupun oleh Korporasi. Belum lagi soal legalisasi perusahaan serta aturan-aturan yang harus ditaati dalam proses operasi menambang, ada banyak aturan yang diabaikan dan tentu saja imbasnya pada rakyat yang cukup merugikan.
Apa yang digambarkan dalam film dokumenter tersebut setidaknya mampu melegitimasi moral setiap penonton yang melihatnya, dan gambaran tentang kondisi di Kalimantan tersebut sebetulnya hanya sebagian kecil dari apa yang kita lihat jika kita mau menelusuri hal serupa di tempat-tempat lain tentang kejamnya korporasi atas eksploitasi alam Indonesia yang di lakukan. Dan bobroknya lagi, eksploitasi ini dilakukan oleh kapitalis-kapitalis birokrat kita sendiri yang bernaung dibawah ketek rezim untuk melegitimasi kekejamannya terhadap alam dan penghisapan terhadap manusia. Wajar saja eksploitasi terhadap kekayaan alam Indonesia terus meluas dan menjalar keberbagai daerah tanpa takut harus berbenturan dengan aturan yang telah dirumuskan. Sementara itu, Menurut Rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL), kebutuhan akan listrik dengan menggunakan batu bara tidak selamanya bisa diupayakan meski presentase penggunaannya masih mendominasi dari sumber energi yang lain yaitu mencapai 54,45% sampai 2027, dibandingkan dengan Gas bumi yang presentasenya hanya mencapai 22,6%. Dengan demikian dari presentase tersebut kita sudah bisa mengukur upaya mengeksplotasi alam akan terus dilakukan jika potensi batu bara menyusut dikemudian hari. Dan pemberdyaan potensi sumber energi lain seperti Gas Bumi sebetulnya sudah diupayakan sejak dini lewat rencana pembangunan strategis Nasional, salah satunya rencana pembangunan pabrik yang memanfaatkan energi panas bumi (Geotermal) yang terletak di Padarincang Banten. Tentu saja jika perusahaan tersebut beroperasi dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat sekitar akan sama dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat Kalimintan. Memperoleh air bersih susah, kekeringan, rusaknya lingkungan alam, kondisi ekonomi yang semakin terpuruk akan turut membersamai penderitaan rakyat ditengah hiruk pikuk alat-alat besar perusahaan beroperasi.
Di era demokrasi yang amat liberal seperti sekarang, dimana sumber potensial alam bebas dikelola oleh perseorangan (swasta), rakyat Indonesia selalu kalah dan tentu saja selalu dirugikan. Dalam kondisi seperti ini, Negara betul-betul tidak hadir untuk menjembatani dan melindungi hak-hak rakyat Indonesia. Padahal, jika kita mengacu pada konstitusi, distribusi kekayaan alam tidak pernah diperuntukkan dan dikelola perseorangan, tetapi Negara sendiri yang mengelola dan kemudian seluas-luasnya didistribusikan untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Sejauh ini wacana konstitusi pada praktiknya tidak pernah dijalankan oleh Negara. Konstitusi yang dirumuskan untuk menjadi arah kemana Negara ini harus berlabuh pun tidak diikuti. Demokrasi liberal sejatinya telah menghegemoni dan menyesatkan seluruh rakyat Indonesia ke jalan yang amat menyengsarakan. Imbasnya, yang kalah yang dirugikan yang dikorbankan siapa lagi jika bukan seluruh rakyat Indonesia.
Sistem kapitalisme yang menghendaki dan membebaskan kekayaan dimiliki hanya oleh segelintir orang, menjauhkan cita-cita luhur bangsa kita yang menghendaki adil makmur seluruh takyat indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah. Dengan pembiaran campur tangan perseorangan (Swasta) dalam mengelola sumber daya alam, itu artinya Negara secara sengaja menghisap hak warga negara dengan menggunakan tangan orang lain.
Tentu saja kita sama sekali tidak ingin Bangsa kita terus menerus seperti ini, dimana masa depan bangsa suram atas difisit kekayaan alam yang dieksploitasi tiada henti dan hanya menguntungkan segelintir orang saja. Untuk menjamin keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara dengan stok kekayaan yang tersisa ini, upaya yang harus kita dorong dan ambil adalah menarik kembali kapal Indonesia yang tersesat jauh untuk kembali mengikuti arah bintang yang menghendaki keselamatan seluruh rakyat Indonesia.