Ditulis Oleh : Feri Vahleka, S.Pd.,G*
Surat Edaran Gubernur Provinsi Bengkulu tertanggal 30 Agustus 2024 yang ditandatangani oleh Dr. Rohidin Mersyah telah mengabaikan eksistensi organisasi profesi guru yang ada, menodai semangat sinergi dan kolaborasi antar organisasi profesi guru yang telah terbangun. Saat ini ada lebih dari 60 organisasi profesi/asosiasi guru dan tenaga kependidikan di Indonesia. Organisasi Profesi Guru bukan hanya PGRI.
Surat Edaran dengan nomor 100.3.4/1335/DIKBUD/2024 Tentang Pemakaian Seragam Batik PGRI bagi Guru Jenjang PAUD/TK, SD, SMP dan SMA/SMK/SLB itu bahkan bertentangan dengan dasar hukum yang dijadikan sebagai rujukan terbitnya surat itu sendiri yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Pasal 44 ayat (1) “Guru memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi guru.”
Surat Edaran Gubernur Bengkulu yang menginstruksikan pemakaian seragam Batik PGRI bagi guru jenjang PAUD/TK, SD, SMP, SMA/SMK/SLB dilaksanakan setiap hari Senin juga bertentangan dengan Permendagri No. 10 Tahun 2024 Tentang Pakaian Dinas ASN, Pasal 5 Ayat (2) “Pakaian Dinas Harian Khaki sebagaimana dimaksud ayat (1) digunakan pada hari Senin dan Selasa.”
Ikatan Guru Indonesia Wilayah Bengkulu meminta Gubernur Provinsi Bengkulu untuk mencabut Surat Edaran tersebut, karena telah menodai kebebasan guru untuk berorganisasi dan tidak mengapresiasi eksistensi organisasi profesi guru yang ada.
Guru adalah profesi mulia dan tidak seharusnya mendapatkan intimidasi dalam bentuk apapun.
*Sekretaris Pusat Advokasi dan Perlindungan Guru, Pengurus Pusat IGI